Friday 27 May 2011

Lettologic, The Matrix dan Mencoba Memaknai Hidup

Tanpa sebuah kesengajaan kemarin nemu sebuah video yang cukup menarik. Sebuah video klip dari Letto berjudul "senyumanmu". Sekalian sambil nyoba fasilitas embedding video di blogger sekalian belajar nulis. Berikut ini video yang dimaksud:


Kira-kira apa ya yang menarik dari video ini, sehingga saya memilihnya dari jutaan video yang ada di dunia maya. Mungkin karena ada Arumi Bachsin di sana?  hehehheh ... mungkin. Lagunya enak didengar? ... mungkin juga.  Namun tanpa mengabaikan beberapa alasan yang mungkin itu tadi, buat saya yang menarik adalah obrolan di bagian akhir video klip ini yang tersaji dalam kemasan bahasa Jawa khas Jogja yang akhirnya menguak alur cerita yang sesungguhnya ingin ditampilkan. Ada pesan yang seolah terselip dengan cara indah yang cukup unik di sana bahwa dunia ini ... Fana. Bahkan demikian ekstrim-nya, dalam klip ini diceritakan bahwa kawan-kawan dekat yang selama ini bersama si tokoh dalam cerita ini pun ternyata bukanlah sesuatu yang nyata. Memang nuansa filosofis semacam ini sering dihadirkan oleh grup band satu ini, dan hal ini sempat terungkap pula dalam perbincangan dengan Cak Nun yang tidak lain adalah orang tua vokalis grup ini, ketika berkunjung dan menjadi pembicara dalam acara Tabligh Akbar di Tainan 2009 silam. Jadi cukup beralasan ketika mereka menamakan salah satu album mereka "lettologic".

Sedikit banyak cerita dalam klip ini mungkin akan mengingatkan kita pada sebuah film layar lebar yang cukup fenomenal, bahkan konon berpengaruh pada beberapa orang hingga meyakini hal-hal yang ada dalamnya ... "The Matrix". Film sains-fiksi ini menggambarkan masa depan di mana 'realitas' seperti yang dirasakan oleh kebanyakan manusia sebenarnya adalah 'simulated reality' yang diciptakan oleh 'sentient machine' (mungkin mesin ini adalah ultimate goal dari konsep 'sentient computing' yang kini dikembangkan dan mendapat perhatian cukup luas di kalangan peneliti). Keduanya berbagi ide yang sama, dunia ini hanyalah sebuah 'ilusi'. Nampaknya menarik untuk kita cermati.

Source: repugnant-conclusion.com

Tentang 'ilusi' alias 'tipu daya' dalam dunia ini, sesungguhnya bukanlah sebuah hal yang baru. Dalam islam pun dibahas mengenai hal ini. Dalam Al-Quran kita temukan:
"Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (ghurur)" (Q.S. Ali Imron : 185)
Tentu konsep yang diajarkan Islam sangat berbeda dengan apa yg ada dalam film "The Matrix". Islam tidak membahas apakah 'realitas' yang kita alami dalam hidup kita ini adalah sebuah realitas hakiki atau sekedar simulasi, atau bahkan hasil sebuah program komputer atau apapun itu. Namun fokusnya lebih pada bagaimana kita memandang dan memaknai kehidupan di dunia ini dan bagaimana kita menyikapinya. Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini tidak ubahnya hanyalah sebuah perhentian sementara dari sebuah perjalanan panjang. Akan ada kehidupan lain setelahnya yang jauh lebih lama dan kekal, yang oleh karenanya dalam waktu yang singkat ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan bekal untuk perjalanan selanjutnya. Pun islam telah memberikan 'warning' yang cukup jelas, bahwa meskipun bersifat sementara namun di sana akan banyak ditemui hal yang menarik, yang sangat boleh jadi akan mampu melenakan sang musafir dari tujuan perjalanan sesungguhnya yang akan dia tempuh.

Bila kita renungkan lebih lanjut, setidaknya itu yang terlintas dalam benak saya, mungkin benar bahwa realitas yang kita jalani hanyalah sebuah ilusi; berbagai peristiwa seolah berlalu begitu saja. Seolah baru beberapa waktu yang lalu, saya memutuskan untuk berangkat kota hujan, memperjuangkan nasib dan menimba ilmu di sana serta menjalani berbagai romantisme di masa itu; seolah berapa waktu yang lalu juga saya terjebak dalam hiruk-pikuk ibu kota ketika saya bekerja di Jakarta; seolah baru beberapa saat yang lalu juga saya menghirup udara kota Tainan, sesekali menghabiskan waktu di pantai Anping, atau motong ayam di pasar ABRI (baca: pagi); dan hari ini nyaris tanpa terasa sudah 8 bulan di 'kota tua' Kyoto dan menjalani rutinitas dengan segala dinamika di dalamnya. Semua realitas yg kita jalani seolah berlalu demikian cepatnya, sehingga ketika kita lalai sangat mungkin episode-episode perjalanan hidup kita akan mengalir begitu saja ... tanpa makna.

Maka ketika kita renungkan, kita akan menemukan betapa luar biasa dunia ini hingga demikian banyak orang tertipu aka terperdaya. Atau malah jangan-jangan kita adalah salah satu dari mereka? ... Ups, semoga tidak. Betapa banyak orang yang pada akhirnya berlomba-lomba, dengan segala cara, tanpa terpikir apakah itu halal atau haram, tanpa kekhawatiran bahwa akan ada yang merasa tersakiti atau terampas haknya, tanpa ada rasa malu dan bersalah ... Apapun akan dilakukannya demi dunia yang dalam pandangannya demikian mempesona ... entah dalam wujud harta, tahta, nama ataupun wanita (ups ... tanpa tendensi gender di sini ya, berlaku sebaliknya juga kok).

Di kalangan birokrat ... hanya demi tahta, harta, ataupun sekedar citra yang tercermin dalam angka-angka indah yang seolah membuatnya melakukan pencapaian luar biasa, berbagai kebijakan non-populer pun diambil, kekayaan negeri yang seharusnya mampu mensejahterakan rakyatnya pun tanpa enggan ia gadaikan, dan tanpa malu terus membeo. Di kalangan akademisi pun tak kalah mengerikan ... demi sekedar jabatan dan tunjangan, idealisme pun ia gadaikan dan lebih parah lagi demi harta dan kemewahan ... tanpa enggan berbagai kecurangan dan penipuan mereka lakukan. Pun tak ketinggalan masyarakat umum pun demikian luar biasa meskipun sedikit berbeda dari contoh sebelumnya. Ketika beberapa contoh di awal tadi berbagai alasan kenikmatan dan kesenangan menjadi godaan mereka, maka bagi masyarakat umum alasan kesulitan seolah menjadi pembenaran atas berbagai tindakan salah mereka. Kesulitan ekonomi sering menjadi tempat berlindung ketika mereka terjun ke lembah kenistaan atau melakukan berbagai pelanggaran. Karena susah, seolah apapun menjadi sah ... mengenaskan.

So, apakah realitas kehidupan yang kita jalani hanyalah sebuah tipu daya atau ilusi semata? nampaknya itu bukan hal penting ... yang pasti itu semua adalah bagian dari ujian untuk kita, untuk mengukur seberapa baik kita dan posisi mana yang kelak layak untuk kita tempati sesuai dengan kualitas amal kita. Selamat menjalani ujian ... dan semoga kita bisa melaluinya dangan hasil terbaik. Ganbarimasou ... [ZA]



3 comments:

  1. Mas, emang embedd video di blogger sulit ta?

    hihihihihi....

    saya iri ma blogger,, berbagai widget bisa diembed.. di wordpress mana bisa T_T

    ReplyDelete
  2. eh ini belum selesai neng kok sdh di komentari ... judulnya belum di sasar belas itu ... oh iya hari ini tak sengaja pas mau mampir ke masjid (setelah berkunjung ke keluarga teman lab yg meninggal tersapu tsunami kemarin), eh ketemu orang dibalik '1 paragraf' melenceng kemarin lho .... ckckckkckc

    ReplyDelete
  3. ah memang jodoh sepertinya... ta'aruf saja lhaa mas... xixixixixix

    pantas antara judul dan video tidak nyambung, tidak ada tulisan tambahannya lagihh -__-

    ReplyDelete