Sunday 2 January 2011

* PINTAR itu untuk apa ?

Beberapa hari yang lalu ada sebuah diskusi hangat di salah satu milis ternama di Indonesia, milis beasiswa, menganai topik "Habis PhD terus Apa?". Banyak komentar dari rekan-rekan milister menanggapi, mulai dari jawaban 'klasik' : PhD lalu menjadi akademisi, ada yang menyarankan untuk bekerja di luar negeri di mana orang-orang pintar atau setidaknya dianggap pintar- karena pendidikan tinggi yang ditempuhnya- lebih mendapatkan tempat baik sebagai akademisi maupun profesional di industri. Namun ada juga yang memberikan komentar dari sudut pandang berbeda, beliau memandang jalur pendidikan merupakan sebuah jalan untuk membentuk KAPASITAS seseorang. Sebagaimana energi, seseorang yang memiliki kapasitas lebih tentu akan dapat melakukan lebih banyak hal. Dan idealnya setiap orang memahami betul dirinya, potensinya, cita-cita dan impian-impian yang hendak diwujudkan dalam hidupnya, serta kapasitas seperti apa yang diperlukan untuk merealisasikannya.

Sebuah diskusi yang menarik yang tak urung memunculkan pertanyaan menggelitik dalam benak saya, dan saya pun yakin banyak orang mempertanyakan hal yang sama. Tidak hanya kali ini, pertanyaan ini pun sering muncul, "PINTAR ITU UNTUK APA?"

Hal ini mengingatkan saya pada kisah masa lalu seorang sahabat yang menarik untuk direnungkan. Entah berapa tahun yang lalu tepatnya, ada seorang anak yang baru menyelesaikan proses belajarnya di sebuah sekolah dan hendak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan harapan mendapatkan pendidikan terbaik dan bekal kecerdasan yang dimiliki tidak sulit baginya untuk masuk ke sekolah unggulan, sekolah terbaik di kotanya. Dia pun menyampaikan maksud tersebut kepada orang tua-nya. Ketika itu orang tuanya mengatakan,"Aku ndak punya cita-cita punya anak yang PINTAR kok nduk". Sebuah jawaban yang terdengar amat naif, bagi anak itu mungkin juga bagi saya dan Anda yang mungkin sempat membaca tulisan ini, bahan mungkin ada yang berseloroh "orang tua macam apa yang tidak menginginkan pendidikan terbaik dan menjadikan anaknya orang pintar." Namun kita mungkin tidak memahami persis apa yang dimaksud oleh kedua orang tua tersebut.
Waktu pun berjalan dan si anak kini di penghujung masa studinya menempuh pendidikan tinggi di negeri orang jauh dari kampung halamannya. Mungkin karena terlalu sering membaca 'PhD Comic' di tengah-tengah kesibukannya, dia pun menemukan dirinya seolah berada dalam 'insignificance' zone alias zona 'tidak penting'. Dia sering merenungkan "Jika yang dilakukan, kontribusi yang diberikan oleh orang-orang pintar, atau orang yang merasa pintar, atau orang yang dianggap pintar ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan, apa yang dikontribusikan oleh orang-orang 'biasa' pada umumnya, lalu PINTAR ITU UNTUK APA?". Setelah dia renungkan, sering dia berpikir bahwa utk mewujudkan apa yang dia cita-citakan mungkin dia tidak perlu jauh-jauh ke negeri orang untuk sekedar menjadi pintar. Dan kini dia pun mulai sedikit memahami kenapa orang tuanya tidak bercita-cita memiliki anak yang pintar.

Ya mungkin kisah tadi hanya mewakili pandangan seseorang secara personal dan sangat singkat seperti misalnya kedua orang tersebut bercita-cita memiliki anak yang seperti apa, dll tidak dijelaskan sehingga sulit untuk dikomentari. Namun yang pasti amat patut kita renungkan "PINTAR ITU UNTUK APA?". Karena saya yakin bahwa Allah telah meng-anugrahi kita potensi kepintaran itu dalam beragam bentuknya. Dan bukankah Islam telah mengajarkan bahwa yang paling baik di antara kita adalah yang paling banyak memberikan manfaat dan kontribusi bagi orang lain? termasuk manfaat dan kontribusi yang bisa kota berikan dengan bemacam-macam potensi kepintaran kita.

Bagi sebagian kita yang mungkin dikaruniai Allah 'kepintaran' dalam akademis kiranya perlu kita renungkan apa kontribusi yang bisa kita berikan dengan ilmu kita. Apakah ilmu kita memberikan manfaat bagi orang lain ataukah sekedar menjadi sebuah kebanggaan, prestige, dan berujung pada kesombongan intelektual. Bagi sebagian kita yang mungkin Allah karuniai kepintaran berupa kelebih-tahuan dalam hal agama, kiranya perlu kita renungkan apakah pengetahuan itu telah menjadikan kita semakin bertaqwa kepada Allah, Tuhan pencipta Semesta ini. Apakah pengetahuan itu mampu membimbing kita dan orang lain mewujudkan hidup yang indah, hidup yang penuh rahmat dan berkah, sebagaimana yang Islam gambarkan. Atau justru sedikit pengetahuan itu menjadikan kita berbangga diri, ashobiyah pada satu golongan, seolah dengan memilikinya menjadikan diri kita pendebat yang ulung dll. (meskipun hal-hal ini sepertinya justru menunjukkan ketidak-pintaran seseorang yang merasa pintar =) ). Selanjutnya mungkin Sebagian kita dikaruniai kepintaran dalam berbisnis, mengelola usaha, kiranya perlu kita renungkan apakah kepintaran itu telah kita gunakan untuk menjalankan bisnis sesuai syariah serta memberi kemanfaatan yang luas bagi masyarakat. Atau sekedar untuk menumpuk harta meski untuk itu harus menempuh segala cara serta tanpa ada kepedulian dengan sesama di sana. Dan banyak lagi yang lain.

Sekali lagi patut kita renungkan :
"Jika yang dilakukan, kontribusi yang diberikan oleh orang-orang pintar, atau orang yang merasa pintar, atau orang yang dianggap pintar ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan, apa yang dikontribusikan oleh orang-orang 'biasa' pada umumnya, lalu PINTAR ITU UNTUK APA?". (ZA).

*) Coretan ini adalah pindahan dari note lama di facebook 

No comments:

Post a Comment