Judul postingan ini terdengar aneh ? ... Mungkin.
Maksudnya ... mungkin iya, mungkin juga tidak. Coba tanyakan saja pada pelakunya mungkin itu adalah diri kita sendiri, kawan kita, tetangga kita atau siapapun itu. Adakah sisi positif atau hal yang berguna dari narcissism? Paling tidak sebagai justifikasi awal judul postingan ini, ada-lah orang yang mengatakan 'ga narsis, ga eksis' ... hehehe.
Kalo kita tengok lebih dekat, nampaknya sikap narsis ini sebagaimana banyak hal pada umumnya memiliki dua sisi, positif dan negatif. Tinggal bagaimana ia digunakan dan diarahkan. Bahkan boleh jadi ada potensi besar dibalik sikap yang seringkali mendapat penilaian miring dari publik ini. Lalu dimana potensi itu sebenarnya?
Untuk mencoba menjawabnya mungkin lebih baik kalo kita coba tengok terlebih dahulu apa itu narcissism. Mungkin sekilas penjelasannya bisa ditengok di SINI. Namun dalam tulisan ini kita tidak sedang memperbincangkan narsis sebagai sebuah psychological disorder, namun lebih pada pola sikap yang lahir darinya. Masih dari link yang sama, paling ndak kita akan temukan sikap ini: " ... kecenderungan untuk memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian selain itu juga tumbuh perasaan paling mampu, paling unik ...". Jadi jelas sekali betapa membosankan dan menyebalkan ketika mesti berinteraksi dengan makhluk-makhluk model ini. Tampaknya tidak ada bagus-bagusnya sama sekali.
Namun hal lain yang perlu kita hadapi adalah fakta bahwa makin banyak orang yang malah mengadopsi model ini, khususnya di kalangan anak muda-anak muda galau, yang di tengah upaya pencarian jati dirinya tidak menemukan arahan yang tepat dari keluarganya, dari lingkungannya, atau dari tempatnya belajar. Pengaruh yang lebih dominan justru 'arahan yang tidak terarah' dari media massa bahkan figur-figur publik (termasuk mereka yang konon adalah pemimpin ... ups). Jadi tidak heran bahwa makin banyak individu-individu narsis di tengah-tengah masyarakat kita (atau malah kita termasuk salah satu diantaranya heheheh).
Namun apa boleh buat, itulah faktanya. Persoalannya adalah bagaimana 'membelokkan' kecenderungan negatif sifat ini pada hal-hal yang positif. Mungkin kita tidak bisa megubah orangnya, namun kita bisa 'memanfaatkan' mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang memberikan manfaat. Tanpa berpanjang-panjang lagi saya ingin menyebut sebuah program yang menurut saya sukses menggali "the power of narcissism" ini - Indonesia berkebun! ya Indonesia berkebun yang digagas oleh Ridwan Kamil, sosok muda kreatif yang namanya mendunia, yang terkenal dengan karya-karya arsitektur yang cukup fenomenal. Betapa tidak, tatkala tenaga kerja di sektor pertanian berkurang secara drastis karena banyak petani yang memasuki masa tua sementara di lain pihak generasi muda makin kurang berminat untuk berkecimpung dengan bidang ini; program kreatif ini mampu menarik minat banyak kalangan dari berbagai generasi, dari anak-anak hingga orang tua; bahkan kebanyakan dari mereka adalah para eksekutif dari kalangan menengah ke atas. Program ini mampu membangun sebuah brand yang demikian kuat dan memiliki 'nilai jual' tinggi. Program ini dipandang sebagai sebuah alternatif liburan keluarga yang murah meriah, sarat nilai pendidikan; sebagai "green activity" yang mampu memberi dampak positif bagi lingkungan. Jadi tidak heran jika keterlibatan pada kegiatan ini memberikan citra positif dan menarik bagi mereka yang terlibat.
Saya rasa banyak di antara mereka yang terlibat dalam acara ini dengan penuh kesadaran akan nilai-nilai positif di dalamnya, namun saya pun sangat yakin tidak sedikit pula yang sekedar ikut-ikutan teman, sekedar berfoto-foto ria, atau sekedar nampang di sana. Di sini lah kuncinya, kita tidak perlu pusing memikirkan alasan dibalik partisipasi mereka, yang penting 'memanfaatkan' mereka untuk terlibat dalam hal yang positif, toh urusan niat atau alasan atau 'hasil' yang akan mereka dapat bukanlah urusan kita. Paling tidak dengan keterlibatan mereka banyak manfaat yang bisa dipetik - tanpa mereka sadari; ratusan kaos 'dress-code" mereka bisa memberikan sedikit tambahan rezeki bagi industri sablon, banyak lahan terbengkalai jadi hijau dan pada akhirnya lingkungan menjadi lebih sehat, anak-anak jadi punya kegiatan alternatif yang sarat pendidikan, menambah kebersamaan keluarga dll. Jadi disinilah peran penting social engineer membuat program-program kreatif yang positif dan bermanfaat, dengan tidak melupakan 'kemasan' dan 'branding' yang menarik sehingga tampil 'keren'. Bila kita sukses membuat demikian, sesungguhnya ada kekuatan potential yang bisa kita berdayakan itulah "the power of narcissism".
Tidak hanya di level individu, budaya 'nampang' atau 'tampil keren' demi sebuah 'pencitraan' pun melanda dan menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan. Demi sebuah citra, perusahaan tidak akan segan-segan merogoh koceknya cukup dalam. Sebut saja betapa mudahnya sebuah perusahaan mendanai program 1 juta buku pelajaran, ketika acaranya di launching di acara Kick Andy; atau betapa banyak dukungan perusahaan bagi program luar biasa lain semisal Indonesia Mengajar; Pemuda bangun Desa dll. Jadi peluang itu demikian besar, tinggal bagaimana kita mampu dengan kreatif memanfaatkannya dengan membuat programx2 yang 'keren'. Buatlah program itu mampu menjadikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya menjadi sosok-sosok yang hebat, sangat unik, memiliki citra yang positif, meskipun itu semua tentu bukan urusan dan tujuan utama kita; lebih dari itu adalah bagaimana program itu bisa memberikan manfaat dan kontribusi tanpa harus mereka sadari. Berikan apa yang mereka minta (citra, kesan keren dan unik) maka kita bisa memanfaatkan mereka untuk memberi manfaat yang lebih luas pada yang lain [ZA].
Maksudnya ... mungkin iya, mungkin juga tidak. Coba tanyakan saja pada pelakunya mungkin itu adalah diri kita sendiri, kawan kita, tetangga kita atau siapapun itu. Adakah sisi positif atau hal yang berguna dari narcissism? Paling tidak sebagai justifikasi awal judul postingan ini, ada-lah orang yang mengatakan 'ga narsis, ga eksis' ... hehehe.
Kalo kita tengok lebih dekat, nampaknya sikap narsis ini sebagaimana banyak hal pada umumnya memiliki dua sisi, positif dan negatif. Tinggal bagaimana ia digunakan dan diarahkan. Bahkan boleh jadi ada potensi besar dibalik sikap yang seringkali mendapat penilaian miring dari publik ini. Lalu dimana potensi itu sebenarnya?
Untuk mencoba menjawabnya mungkin lebih baik kalo kita coba tengok terlebih dahulu apa itu narcissism. Mungkin sekilas penjelasannya bisa ditengok di SINI. Namun dalam tulisan ini kita tidak sedang memperbincangkan narsis sebagai sebuah psychological disorder, namun lebih pada pola sikap yang lahir darinya. Masih dari link yang sama, paling ndak kita akan temukan sikap ini: " ... kecenderungan untuk memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian selain itu juga tumbuh perasaan paling mampu, paling unik ...". Jadi jelas sekali betapa membosankan dan menyebalkan ketika mesti berinteraksi dengan makhluk-makhluk model ini. Tampaknya tidak ada bagus-bagusnya sama sekali.
Namun hal lain yang perlu kita hadapi adalah fakta bahwa makin banyak orang yang malah mengadopsi model ini, khususnya di kalangan anak muda-anak muda galau, yang di tengah upaya pencarian jati dirinya tidak menemukan arahan yang tepat dari keluarganya, dari lingkungannya, atau dari tempatnya belajar. Pengaruh yang lebih dominan justru 'arahan yang tidak terarah' dari media massa bahkan figur-figur publik (termasuk mereka yang konon adalah pemimpin ... ups). Jadi tidak heran bahwa makin banyak individu-individu narsis di tengah-tengah masyarakat kita (atau malah kita termasuk salah satu diantaranya heheheh).
Namun apa boleh buat, itulah faktanya. Persoalannya adalah bagaimana 'membelokkan' kecenderungan negatif sifat ini pada hal-hal yang positif. Mungkin kita tidak bisa megubah orangnya, namun kita bisa 'memanfaatkan' mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang memberikan manfaat. Tanpa berpanjang-panjang lagi saya ingin menyebut sebuah program yang menurut saya sukses menggali "the power of narcissism" ini - Indonesia berkebun! ya Indonesia berkebun yang digagas oleh Ridwan Kamil, sosok muda kreatif yang namanya mendunia, yang terkenal dengan karya-karya arsitektur yang cukup fenomenal. Betapa tidak, tatkala tenaga kerja di sektor pertanian berkurang secara drastis karena banyak petani yang memasuki masa tua sementara di lain pihak generasi muda makin kurang berminat untuk berkecimpung dengan bidang ini; program kreatif ini mampu menarik minat banyak kalangan dari berbagai generasi, dari anak-anak hingga orang tua; bahkan kebanyakan dari mereka adalah para eksekutif dari kalangan menengah ke atas. Program ini mampu membangun sebuah brand yang demikian kuat dan memiliki 'nilai jual' tinggi. Program ini dipandang sebagai sebuah alternatif liburan keluarga yang murah meriah, sarat nilai pendidikan; sebagai "green activity" yang mampu memberi dampak positif bagi lingkungan. Jadi tidak heran jika keterlibatan pada kegiatan ini memberikan citra positif dan menarik bagi mereka yang terlibat.
Saya rasa banyak di antara mereka yang terlibat dalam acara ini dengan penuh kesadaran akan nilai-nilai positif di dalamnya, namun saya pun sangat yakin tidak sedikit pula yang sekedar ikut-ikutan teman, sekedar berfoto-foto ria, atau sekedar nampang di sana. Di sini lah kuncinya, kita tidak perlu pusing memikirkan alasan dibalik partisipasi mereka, yang penting 'memanfaatkan' mereka untuk terlibat dalam hal yang positif, toh urusan niat atau alasan atau 'hasil' yang akan mereka dapat bukanlah urusan kita. Paling tidak dengan keterlibatan mereka banyak manfaat yang bisa dipetik - tanpa mereka sadari; ratusan kaos 'dress-code" mereka bisa memberikan sedikit tambahan rezeki bagi industri sablon, banyak lahan terbengkalai jadi hijau dan pada akhirnya lingkungan menjadi lebih sehat, anak-anak jadi punya kegiatan alternatif yang sarat pendidikan, menambah kebersamaan keluarga dll. Jadi disinilah peran penting social engineer membuat program-program kreatif yang positif dan bermanfaat, dengan tidak melupakan 'kemasan' dan 'branding' yang menarik sehingga tampil 'keren'. Bila kita sukses membuat demikian, sesungguhnya ada kekuatan potential yang bisa kita berdayakan itulah "the power of narcissism".
Tidak hanya di level individu, budaya 'nampang' atau 'tampil keren' demi sebuah 'pencitraan' pun melanda dan menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan. Demi sebuah citra, perusahaan tidak akan segan-segan merogoh koceknya cukup dalam. Sebut saja betapa mudahnya sebuah perusahaan mendanai program 1 juta buku pelajaran, ketika acaranya di launching di acara Kick Andy; atau betapa banyak dukungan perusahaan bagi program luar biasa lain semisal Indonesia Mengajar; Pemuda bangun Desa dll. Jadi peluang itu demikian besar, tinggal bagaimana kita mampu dengan kreatif memanfaatkannya dengan membuat programx2 yang 'keren'. Buatlah program itu mampu menjadikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya menjadi sosok-sosok yang hebat, sangat unik, memiliki citra yang positif, meskipun itu semua tentu bukan urusan dan tujuan utama kita; lebih dari itu adalah bagaimana program itu bisa memberikan manfaat dan kontribusi tanpa harus mereka sadari. Berikan apa yang mereka minta (citra, kesan keren dan unik) maka kita bisa memanfaatkan mereka untuk memberi manfaat yang lebih luas pada yang lain [ZA].
No comments:
Post a Comment